11 Nov 2009

Aku dan Kenari pinus

Kulihat makna saat dinding langit berubah warna..
senja di bukit pelangi..
mempesona dan menautkan rasa...

Aku duduk bersandar di rindang pinus..
bermesraan dengan angin..
dan setia menawar kata dengan pena..
lututku kutekuk bersila..
seolah kata hanya datang dengan iba...

Sesekali mataku melirik ke dahan pinus..
tergoda dengan kenari yang sejak tadi nyanyikan lagu yang sama..
entah sedang berpuisi atau sakit hati..
aku rasa ia sama sepertiku..
kesepian di hamparan alam yang menawan hati...

Sementara, senja di ufuk terusir pekat..
aku bangkit tinggalkan pinus dengan was-was..
sang kenari menanyai langkahku dengan isyarat..

"hendak kemana?"

aku jawab dengan hati

"hari ini sampai disini..
bila sempat, esok aku kembali..
Menemanimu, dan setia menawar kata di rindang pinus..."


Note :
Alam bukan sekedar tempat kita berteduh, tapi juga sahabat untuk berkeluh dan berbagi. Seperti halnya sahabat, alam menjadi cermin yang memantulkan cahaya pekerti. jika kita bersikap menjaga'nya, ia pun akan menyempurnakan keberlangsungan hidup kita, demikan sebaliknya.

Ironis, melihat pembangunan atau ekploitasi alam yang membabi buta(expl: pemukiman (real estate), lapangan golf, pembakaran hutan, pengeboran.etc) yang tidak memperdulikan ekosistem di sekitarnya, padahal teori ekologi mengenai rantai makanan, jelas-jelas memposisikan kita sebagai sub yang paling banyak menerima dan diuntungkan.

Lantas, jika sahabat telah sakit hati, apa ia akan tetap memberi..???


Catatan ini dipersembahkan untuk sahabatku (para kenari), yang mati ditembaki oknum kaumku...

No comments:

Post a Comment

terjaga...

terjaga...  setelah sewindu pulas terpejam.. memulai diam2.. setelah bosan bermimpi dalam diam.. telah langkah gontai...  setela...